Kamis, 10 Maret 2011

Faktor Politik Jadi Faktor Dominan

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada awal Maret silam, mengatakan akan memberikan sanksi kepada satu-dua parpol yang melanggar kesepakatan koalisi. Seminggu kemudian, Presiden mengatakan tak akan melakukan perombakan kabinet dalam waktu dekat. Sekalipun Presiden akan melakukan perombakan kabinet, hal tersebut didasarkan pada evaluasi kesepakatan koalisi, kontrak kinerja, pakta integritas, serta penilaian Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan.
Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti dan Yunarto Wijaya mengatakan, hal tersebut disampaikan Presiden dengan tujuan agar publik tak melihat perombakan kabinet dalam perspektif politik transaksional. "Ini merupakan upaya Presiden untuk melepaskan dirinya dari kisruh politik sehingga reshuffle bisa dibungkus alasan profesional dan tidak berbau politik transaksional. Walaupun, tak bisa dipungkirireshuffle pada akhirnya akan bergantung pada kesepakatan politik karena pembentukan kabinet pun sudah berdasarkan kesepakatan politik," kata Yunarto ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (10/3/2011).
Sementara itu, Ikrar mengatakan, faktor politik tetap menjadi salah satu faktor dominan yang menyebabkan Presiden melakukan perombakan kabinet. Namun, Ikrar mengatakan, Presiden tetap akan menggunakan alasan evaluasi kinerja. "Jika tidak, tentunya ini akan menunjukkan kepada masyarakat bahwa Presiden, dalam memilih para pembantunya, tidak menitikberatkan pada prinsip the right person in the right place. Ini bisa menimbulkan citra politik negatif pada pemerintahan," katanya.
Ikrar menambahkan, penundaan perombakan kabinet bisa jadi disebabkan tak efektifnya komunikasi politik yang dibangun oleh Presiden dengan Partai Gerindra dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. "Komunikasi politik dengan Gerindra dan PDI-P boleh dikatakan tidak berhasil menarik dua partai itu untuk bergabung ke dalam Setgab," kata Ikrar.
Menurut Ikrar, Presiden, sebelum memberikan pernyataan politik yang ditujukan kepada Golkar dan PKS, seharusnya melakukan pendekatan politik kepada Partai Gerindra dan PDI-P. Dan, tingkat keberhasilan pendekatan politik tersebut sudah mencapai 90 persen. "Nyatanya, Presiden sudah membuat pernyataan politik garang terlebih dahulu dan baru melakukan pendekatan politik kepada Gerindra dan PDI-P. Ini membuat posisi tawar PDI-P dan Gerindra jauh lebih kuat," katanya.
Ikrar juga mengkritik gaya komunikasi Presiden dengan Partai Golkar. Menurutnya, Presiden cenderung menggunakan media massa dalam menyatakan sikap dan langkah politiknya. Seharusnya, alih-alih memberikan pernyataan keras, Presiden sebaiknya duduk bersama Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie.

Analisis : Dari tulisan ini tidak terdapat kesalahan penulisan, karena tulisan yang sudah di buat sudah tersusun rapih dan sesuai dengan EYD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar